Pemkot Palopo Jadi Debt Collector Pajak, Tahan TPP ASN Tanpa Dasar Hukum Kuat

TARGETNASIONAL,PALOPO– Adanya kebijakan Pemerintah Kota Palopo yang menahan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang belum melunasi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) memicu gelombang protes di kalangan ASN.

Melalui sebuah Surat Edaran (SE) Wali Kota Palopo yang terbit pada awal Oktober 2025, setiap ASN diwajibkan menunjukkan bukti pelunasan PKB dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebagai syarat pencairan TPP.

Ketua Umum Perserikatan Journalist Siber Indonesia (Ketum Perjosi) mengungkapkan, langkah tersebut dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat, dan bahkan berpotensi melanggar hak keuangan ASN, sebagaimana diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Palopo Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai, tegasnya.

Menurut Ketum Perjosi, merujuk pada pasal 3 ayat (2) Perwali Palopo No. 3 Tahun 2024, adalah tambahan penghasilan pegawai, diberikan berdasarkan hasil evaluasi kinerja dan kehadiran pegawai pada bulan berjalan.

β€œArtinya, TPP diberikan atas dasar kinerja, disiplin, dan prestasi kerja, bukan atas dasar pelunasan kewajiban pajak pribadi ASN” tuturnya.

Menurut PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 58 ayat (1) menyebut bahwa, Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada ASN Daerah, berdasarkan pertimbangan obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah.

β€œKetentuan ini menegaskan bahwa TPP tidak dapat dijadikan alat pemaksaan pembayaran pajak. Karena surat edaran (SE) hanyalah instrumen administratif yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, apalagi untuk menahan hak keuangan ASN, tegasnya

Lebih jauh dijelaskan, pajak kendaraan bermotor (PKB) merupakan pajak daerah provinsi, sebagaimana diatur dalam dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a UU No. 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah (HKPD).

β€œPajak Kendaraan Bermotor merupakan pajak daerah yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi.” imbuhnya.

Mantan Dirut Harian Ujungpandang Ekspres ini menambahkan, Pemkot Palopo tidak memiliki kewenangan hukum untuk menagih atau menahan TPP ASN sebagai bentuk penegakan pajak kendaraan. Penagihan PKB adalah ranah Pemprov Sulawesi Selatan melalui sistem SAMSAT, bukan Pemkot.

β€œJika Pemkot ingin mendorong kepatuhan ASN terhadap pajak, harusnya lewat koordinasi dengan Pemprov atau program edukatif, bukan dengan menahan hak keuangan pegawai,”ujar Asesor BNSP Salim Djati Mamma, saat dikonfirmasi di Makassar, Minggu (12/10).

Salah seorang ASN mengakui, jika sejumlah ASN di Palopo mengaku TPP mereka ditahan akibat tunggakan pajak kendaraan, meskipun nilainya tidak seberapa.

β€œTPP saya Rp700 ribu, tapi ditahan karena pajak motor Rp500 ribu belum lunas. Saya sudah janji mau bayar bulan depan, tapi tetap tidak bisa dicairkan,” kata salah satu ASN yang enggan disebut namanya.

Menurutnya, praktek ini membuat ASN merasa dipaksa membayar pajak dengan ancaman penundaan hak keuangan, padahal pajak kendaraan bersifat pribadi, bukan kewajiban dinas.

β€œTPP adalah hak kerja ASN yang dijamin oleh peraturan wali kota, bukan alat pemaksaan untuk menagih pajak. Menahan TPP karena alasan pajak pribadi sama saja menggeser fungsi pemerintahan menjadi debt collector pajak. Ini tindakan administratif yang tidak berdasar.” Tegas Mantan Wakil Ketua PWI Sulsel ini.

Bung Salim menganggap, tindakan Pemkot Palopo yang menahan TPP ASN tanpa dasar hukum kuat dapat dikategorikan sebagai maladministrasi, sesuai dengan Pasal 1 angka 3 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, yang mendefinisikan maladministrasi sebagai, perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari maksudnya, atau kelalaian dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Menurut Bung Salim, Ombudsman dan DPRD Palopo perlu turun tangan menilai dasar kebijakan tersebut.

β€œIni bukan sekadar persoalan administratif, tetapi soal kepatuhan terhadap hukum. ASN punya hak yang dilindungi, dan Pemkot harus tunduk pada Perwali yang berlaku. Kami mendesak Ombudsman dan DPRD Palopo memeriksa kebijakan ini,” tegasnya.

Langkah korektif yang disarankan, Ketum Perjosi, yakni Pemkot Palopo harus mencabut atau meninjau ulang SE tentang syarat pelunasan pajak dalam pencairan TPP. Juga Ombudsman RI Perwakilan Sulsel diminta segera melakukan pemeriksaan terhadap potensi maladministrasi, serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat Daerah perlu menilai apakah kebijakan tersebut melanggar prinsip pengelolaan keuangan daerah.

β€œDPRD Palopo wajib meminta klarifikasi dari Wali Kota dan Kepala BKPSDM terkait legalitas kebijakan ini, dan ASN yang dirugikan dapat melaporkan ke Ombudsman dengan melampirkan bukti surat penundaan TPP” jelasnya.(tim)

Pos terkait