TARGETNASIONAL, MAKASSAR β Rencana penertiban kawasan kuliner malam Pasar Cidu oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar menuai peringatan keras dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Anggota Komisi C DPRD Makassar, Ray Suryadi, menegaskan bahwa penataan harus berpihak pada ekonomi warga, bukan mematikan denyut kehidupan yang telah berkembang secara organik.
Pasar Cidu: Lebih dari Sekadar PKL, Magnet Wisatawan Lokal hingga Mancanegara
Menurut Ray Suryadi, Pasar Cidu bukan lagi sekadar kumpulan pedagang kaki lima. Kawasan ini telah menjelma menjadi ikon kuliner malam Makassar, khususnya di Wilayah Utara Kota. Daya tariknya bahkan telah memikat wisatawan dari berbagai daerah hingga Mancanegara.
βIni fenomena yang tumbuh dari bawah. Warga di sana punya kemampuan mengolah makanan yang enak dan terjangkau. Banyak pengunjung yang datang karena tertarik dengan cita rasa dan suasananya,β ujar Ray, Kamis (31/7/2025).
Belajar dari Pasar Alor Malaysia: Potensi Ekonomi Jauh Lebih Besar
Ray mendesak Pemkot Makassar untuk tidak hanya melihat aspek ketertiban semata, tetapi juga potensi ekonomi yang sangat besar.
Ia mencontohkan Pasar Alor di Bukit Bintang, Malaysia, yang berhasil disulap menjadi destinasi wisata kuliner kelas dunia meskipun awalnya juga berasal dari aktivitas informal.
βKawasan itu ditutup dari sore sampai dini hari. Pemerintah Malaysia sadar manfaat ekonominya lebih besar. Nah, kenapa kita tidak bisa melakukan hal yang sama di Pasar Cidu?β ucap Ketua Fraksi Mulia DPRD Kota Makassar ini.
Menanggapi wacana pembongkaran dan relokasi, Ray menekankan pentingnya membedakan antara bangunan permanen dan fasilitas non-permanen seperti gerobak, meja lipat, atau lapak portabel.
Baginya, hanya bangunan permanen yang mengganggu secara fisik yang perlu ditertibkan.
βJangan asal bongkar. Selama itu tidak permanen, justru bisa ditata ulang. Yang dibutuhkan sekarang adalah pengelolaan terpadu: penerangan yang memadai, toilet portabel, sistem pengolahan sampah yang efektif, dan zona parkir yang jelas,β tegas Ray.
Ia juga menyarankan agar penataan ini melibatkan lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas Perhubungan, Satpol PP, serta Pemerintah Kecamatan dan Kelurahan, demi proses yang manusiawi dan mempertimbangkan jam operasional yang ramah bagi pejalan kaki dan pedagang.
Ray tidak menampik adanya praktik pungutan liar (pungli) dan premanisme di Pasar Cidu. Namun, ia menilai permasalahan tersebut muncul justru karena kelambanan pemerintah dalam mengambil alih pengelolaan.
βPungli itu tetap salah. Tapi jangan dijadikan alasan untuk menutup aktivitas ekonomi warga. Justru Pemerintah harus hadir, menata, dan menghentikan ruang gerak preman,β tegasnya.
Ia menambahkan, kehadiran Pemerintah seharusnya untuk membatasi ruang oknum-oknum yang selama ini mengeruk keuntungan dari ketidakpastian, bukan membatasi ruang hidup pedagang.
βKita ini telat. Saya sudah lama ajak para pedagang bicara. Tapi kalau pemerintah lamban, ya wajar kalau akhirnya banyak oknum yang masuk,β ungkap Ray.
Ray Suryadi mendorong Pemkot Makassar untuk segera bertindak solutif dalam menata Pasar Cidu.
βKalau ditata dengan baik, saya yakin Pasar Cidu ini bisa menjadi ikon kuliner malam kebanggaan Makassar,β pungkasnya. (*)